(1/3) Apatisme Politik: Latar Belakang
Untuk tugas mata kuliah Pengantar Rekayasa dan Desain kali ini, saya dan kelompok saya memutuskan untuk menulis mengenai permasalahan political apathy atau apatisme politik.
Apa yang dimaksud dengan apatisme politik?
Istilah apatisme politik atau political apathy disematkan kepada seseorang yang tidak memedulikan politik di daerahnya.
Dia tidak mengikuti perkembangan politik lokal (information apathy), sehingga dia tidak mengetahui apabila ada masalah yang perlu diintervensi. Bila perkembangan tersebut akhirnya memberikan pengaruh nyata, dia bakal terdampak tanpa persiapan.
Dia juga tidak terlibat atau berpartisipasi secara aktif dalam proses-prosesnya. Salah satu contohnya adalah seseorang yang, karena ketidakpeduliannya, tidak menggunakan haknya untuk mengikuti pemilihan umum (voter apathy) dan tidak mencalonkan dirinya juga (terlibat sebagai pihak yang dipilih). Oleh karena itu, dia pun sama sekali tidak turut berperan menentukan siapa saja kepala daerah yang akan memimpinnya setelahnya.
Tingkatan
Apatisme politik dapat memiliki berbagai tingkatan. Sebagai contoh, Centre for Innovation, Research and Competence in the Learning Economy (CIRCLE), sebuah pusat penelitian di Lund, Swedia, membagi orang muda (youth) menjadi enam kelompok [1].
Kelompok-kelompok tersebut, yang didasarkan pada tingkat partisipasi dalam kegiatan politik (seperti mengikuti pemilu, mengontak pejabat untuk menyampaikan aspirasi dan berdemonstrasi) dan kegiatan sosial (seperti rutin menjadi relawan dan bekerjasama dengan tetangga untuk memperbaiki masalah di lingkungan rumah), yaitu:
- Political Specialists
- Broadly Engaged
- Only Voted
- Civically Alienated
- Engaged Non-Voters
- Politically Marginalized
Apa dampak apatisme politik?
Masyarakat yang apatis tidak memberikan insentif kepada politisi untuk memberikan kinerja yang baik selama masa jabatannya, misalnya dalam situasi di mana politisi tersebut berharap dapat dipilih lagi pada periode berikutnya. Tanpa insentif tersebut, politisi dapat lebih mudah memilih untuk membuat kebijakan yang merugikan masyarakat itu sendiri.
Apatisme ini dapat berlangsung selama proses pemilihan umum berlangsung dan selama masa pemerintahan kepala daerah yang terpilih.
Selain itu, masyarakat yang apatis terhadap informasi mengenai politik lokal tidak akan mampu memberikan umpan balik (feedback) yang optimal, karena mereka tidak akan cukup tahu mengenai peristiwa-peristiwa yang terkait.
Penyebab apatisme politik — dan solusinya
Tulisan ini adalah bagian dari sebuah serial.
Bagian 1, Latar Belakang, ditulis oleh saya.
Bagian 2, Penyebab, ditulis oleh teman kelompok saya Hasanin.
Bagian 3, Solusi, ditulis oleh teman kelompok saya Jeremy.
Referensi
- Kei Kawashima-Ginsberg, et al. (2011) “Understanding a Diverse Generation: Youth Civic Engagement in the United States”. Tufts University College of Citizenship and Public Service. http://archive.civicyouth.org/wp-content/uploads/2011/11/CIRCLE_cluster_report2010.pdf