Hidup Berdampingan dengan Sistem Otonom
Kamis lalu, saya mengikuti sebuah Kuliah Publik berjudul Robotics and Autonomous Systems: Facts, Issues, and Challenges yang menghadirkan Pak Kusprasapta Mutijarsa (atau juga biasa dikenal di STEI sebagai Pak Soni) sebagai pembicara.
Secara garis besar, kuliah publik tersebut mendorong kita untuk membayangkan sebuah masa depan di mana sistem otonom dan robotika lebih mendominasi — atau, di masa sekarang, mengamati lebih dekat apa yang sudah ada di sekitar kita. Apa saja tantangan dan peluangnya?
Ada empat pertanyaan mendasar yang dieksplorasi, yaitu:
- Apa yang harus kita lakukan dengan sistem ini?
- Apa yang sistem ini sendiri harus lakukan?
- Resiko apa yang dapat terjadi?
- Bagaimana mengendalikannya?
Membayangkan Masa Depan
Bill Gates percaya bahwa pada 2025, setiap rumah dalam dapat memiliki robot.
Seiring transisi teknologi dari robot industri ke robot jasa, ada ekspektasi bahwa robot dan sistem otonom akan sedikit demi sedikit mengambil peran yang penting dalam masyarakat.
Hal ini didukung oleh banyaknya laporan yang memprediksi peningkatan masif dalam jumlah robot di masa depan (UK-RAS White Papers, 2019).
Beberapa hal yang mesti dipertimbangkan adalah kebebasan pribadi atau privacy, bias algoritmik, kegagalan sistem, keamanan serta vulnerabilitas, dan regulasi atau hukum yang terkait.
Kuliah publik ini juga sempat membahas konsep superintelligence, robot rights (hak robot), dan perspektif etik.
Selain itu, dibahas juga beberapa ide tentang peluang (possibilities and opportunities) yang dibawa oleh robot, misalnya robot yang dapat membantu warga lanjut usia.
Tantangan dan Kekhawatiran
Teknologi baru — serta transisi teknologi — menghadirkan perubahan, yang tidak dapat dicegah.
Pak Soni mengakui bahwa perubahan bersifat menakutkan dan menimbulkan kekhawatirkan. Namun, menurut beliau, rasa khawatir ini normal dan alami.
Pak Soni membawakan konsep economics of things untuk berargumen bahwa dengan transisi teknologi ini, masyarakat tidak perlu menakutkan hilangnya pekerjaan karena meningkatnya kehadiran robot dalam skala yang masif, terutama dalam bidang jasa.
Tidak ada yang menyesal karena penemuan kulkas atau refrigerator, beliau memberikan sebagai contoh. Kulkas tidak mengubah warga penjual es menjadi pengangguran, menurut beliau. Katanya, yang terjadi bukanlah pengangguran, melainkan pergeseran pekerjaan.
Seperti dalam kasus yang dicontohkannya, kata Pak Soni, robot dan sistem otonomi dapat menciptakan pekerjaan baru serta mengubah kehidupan masyarakat menjadi lebih bermakna, atau, dalam kata beliau, “memanusiakan manusia”.
Bahkan, cara baru untuk bekerja (new ways of working) mungkin akan ditemukan.
Kuncinya dalam menghadapi transisi ini: adaptasi, never stop learning, dan terus-terusan mengasah skill.