Sistem Cerdas, “Smartization”, dan Upaya Meningkatkan Kualitas Hidup

Emmanuella P. R.
3 min readFeb 3, 2021

--

Ada segala macam tantangan yang mesti dihadapi dalam kehidupan modern ini. Perubahan iklim yang disebabkan aktivitas manusia tetapi malah mengancam umat manusia itu sendiri. Kemacetan di kota-kota besar. Resiko saya terpapar Covid-19 di tengah keramaian kantor kecamatan. Banyaknya waktu yang saya habiskan di perjalanan dan di antrian saat mencoba mengurus kesalahan pada Kartu Keluarga beberapa waktu lalu.

Dalam sebuah Kuliah Publik dari STEI ITB yang saya hadiri kemarin, “Sistem Cerdas untuk Peningkatan Kualitas Hidup”, pembicaranya, Prof. Suhono, membahas salah satu cara untuk menghadapinya: memanfaatkan kemajuan teknologi informasi.

Transformasi digital.

Atau, menggunakan istilah yang paling sering digunakan dalam acara tersebut, smartization.

Poster untuk Kuliah Publik kemarin.

Saat menghadapi tantangan-tantangan, realisasi smart values dan basic values dapat ditopang smart techniques yang masih dapat ditopang lagi oleh teknologi informasi.

Inilah yang didefinisikan sebagai smartization, atau proses mentransformasi suatu sistem menjadi smart.

Smart, atau cerdas, itu sendiri diartikan sebagai sesuatu yang, dengan dukungan teknologi, mampu mengerjakan tugas-tugas secara otomatis dengan intervensi manusia yang lebih sedikit.

Prof. Suhono, sebagaimana saya mengingatnya, menekankan bahwa proses transformasi digital bukan sekadar membuat interface digital untuk pekerjaan yang sudah ada alias cuma bikin dashboard. Melainkan, hal tersebut hanyalah salah satu komponen, salah satu dari sekian banyak langkah dalam menghadapi dunia nyata dan segala kerumitannya.

Dalam framework transformasi digital yang dibuat oleh Prof. Suhono dan koleganya, Garuda Digital Transformation Framework 1.0, ada empat tahap:

  1. Persiapkan leadership dan budaya di organisasi yang terkait. Kalau dipikir-pikir, pada akhirnya ini semua dari dan untuk manusia kan. Humans. Siapkan support juga.
  2. Definisikan visi dan strategi digital. Analisis pasarnya, tabel SWOT-nya, apa aja yang perlu dianalisisi. Tentu saja, definisikan juga apa objektifnya, sebagaimana seseorang mesti menetapkan destinasi sebelum melakukan perjalanan.
  3. Identifikasikan kesempatan untuk menerapkan transformasi. Implementasi sistem digital, komponen yang telah sebelumnya disebutkan, dilakukan pada tahap ini.
  4. Realisasi transformasi digital. Gimana tuh roadmap-nya? Monitor dan evaluasi juga. Sudah bener belum?

Dari hasil ngegugel, saya juga menemukan video ini, yang membahas framework tersebut.

Pembahasan kemudian lanjut ke smart society, sesuatu yang didapatkan saat potensi teknologi digunakan untuk meningkatkan wellbeing dan kualitas hidup. Dalam suatu smart society, masyarakat memiliki peran aktif dalam pembuatan kebijakan, connected devices dan teknologi memungkinkan collective intelligence, dan efisiensi dan ketersinambungan (sustainability) dalam perkembangan sosial, lingkungan, dan ekonomi menjadi tujuan.

Smart society ini direalisasikan dengan menerapkan smart systems, atau sistem cerdas. Smart systems instrumented, interconnected, dan intelligent — adalah generasi baru dari arsitektur informasi dan sistem komputasi yang dapat dikombinasikan dengan artificial intelligence dan teknologi Internet of Things (IoT).

Kombinasi ini memungkinkan integrasi sistem fisik dunia nyata yang cerdas dengan jaringan dan data eksternal, sesuatu yang dapat membantu baik pemerintah maupun masyarakat. Untuk membantu mengidentifikasi potensi yang bisa dikembangkan dalam proses realisasi smart systems dalam suatu komunitas, LivingLab ITB mengembangkan apa yang mereka sebut sebagai Smart X Model.

Sementara itu, smart cities memanfaatkan sumber dayanya secara efektif dan efisien untuk meningkatkan kualitas hidup menggunakan smart solution yang, dalam prosesnya, menyediakan infrastruktur dan memberikan layanan kepada masyarakat. Toh, kualitas hidup tidak dapat terlepas dari di mana hidup itu sendiri terjadi: ekosistem rumah tangga, ekosistem kelurahan, dan tentunya ekosistem kota — atau ekosistem kabupaten.

Mungkin kabupaten saya sedang bergerak menuju itu. Setelah sampai di kantor kecamatan untuk mengurus Kartu Keluarga saya, saya diinformasikan bahwa saya tidak perlu repot-repot datang, karena saya kini dapat mengurusnya lewat website.

Saat pada kunjungan berikutnya saya membawa Kartu Keluarga saya yang sudah update dan di-print di rumah saya sendiri, para petugas pun tidak memperlakukannya seolah dokumen tersebut kalah valid dibandingkan Kartu Keluarga yang di-print di kantor kecamatan itu sendiri.

Saya pun senang — dan kebahagiaan itu salah satu komponen dari quality of life yang baik, kan?

Tulisan blog ini dibuat untuk memenuhi tugas pertemuan pertama mata kuliah Pengantar Rekayasa dan Desain.

Sign up to discover human stories that deepen your understanding of the world.

Free

Distraction-free reading. No ads.

Organize your knowledge with lists and highlights.

Tell your story. Find your audience.

Membership

Read member-only stories

Support writers you read most

Earn money for your writing

Listen to audio narrations

Read offline with the Medium app

--

--

Emmanuella P. R.
Emmanuella P. R.

Written by Emmanuella P. R.

college student. sometimes i post writing assignments here.

No responses yet

Write a response